Peran Antagonis
Selamat
malam para hamba yang sedang disibukan dengan urusan-urusan yang tak kunjung
usai. Lelah, gundah, gelisah rasa yang selalu mengiringi disetiap problem
solving yang selalu dan harus ada dalam setiap riwayat hidup para hamba. Masih
sering terdengar banyak hamba sesumbar tentang dunia ini adalah panggung
sandiwara, tapi kebanyakkan dari kita sangat mendalami karakter masing-masing
sampai lupa kalau ini semua fana. Ada yang berperan sebagai Rama Shinta sampai-sampai
ada juga yang berperan sebagai Venom (korban movie padahal belum nonton)๐ menariknya dunia.
Dalam
satu bulan belakangan ini saya sendiri sebagai hamba sedang disibukan dengan keperluan akting dan syuting๐, yang kebetulan
membutuhkan banyak sekali effort yang
luar biasa sampai-sampai saya menjadi hamba yang so sibuk dan merana sedunia. Selain
mendapatkan gangguan hidup rukun aman sentosa, tidak lupa kurangnya jam tidur
menjadi bonus yang saya dapatkan dari sesi pendalaman karakter kali ini. etss
cerita kali ini tidak hanya sampai situ saja, namun bergulir sampai ke manfaat
atau faedah dari hidup penuh drama versi hamba perempuan oriental. Sedikit
cerita peran hamba kali ini kenapa bisa menguras tenaga dan air mata, bukan karna mendapat karakter yang mellow, tapi
sebaliknya karakter ini menjelma sesosok pribadi yang kerad, kuat, tahan banting dan tidak mudah pecah pastinya yang
membuat si aktris manapun akan cape sendiri memerankan tokoh epic ini.
Peran
Antagonis, yah itulah yang beberapa waktu kebelakang melekat dalam diri dan
kening hamba ini, tidak pernah terpikir bisa menjadi sosok tokoh ini, dilihat
dari dampak yang ditimbulkan dari mulai munculnya haters garis keras menjamur
dimana-mana, sampai pada tahap mendapatkan doa yang tidak-tidak ngeri juga
sodara-sodara๐ณ. Ketakutan itu muncul mungkin didukung oleh salah satu hal yang
sudah biasa sejak kecil kita dengar dalam sebuah cerita. Kronologi cerita dongeng, yang kisahnya berisi si baik yang selalu didzolimi namun akan bahagia pada waktunya, dan juga nasib si jahat yang endingnya gak jauh-jauh kalo gak mati pasti dapet
azab. Dari settingan seperti itu maka yang muncul dari otak si kecil bau klepon
ketika mereka kedapatan memerankan tokoh bawang merah dalam pentas seni
kenaikan kelas si anak akan merengek minta ganti peran ingin menjadi bawang
putih yang baik dan teraniaya. Tidak salah konsepan seperti ini diterapkan bagi
anak-anak, toh memang kita semua harus menjadi pribadi yang baik bukan,
benarkan bu guru? Namun menurutku yang kurang tepat jikalau konsep pemikiran
ini dibawa-bawa sampai si anak beranjak dewasa. Pemikiran orang dewasa tidak
cukup dengan analogi bawang putih dan bawang merah saja, karna semakin kita
dewasa para hamba dimuka bumi ini akan semakin beragam varian rasanya. Pola pertanyaan
yang sering dilewatkan, seperti ‘kenapa kita harus menjadi baik?’ ‘Kenapa si
jahat bisa jadi bawang merah?’ padahal pertanyaan ini sedikitnya sangatlah berpengaruh dan menjadi tolak ukur seberapa julid dan naifnya kita menilai orang lain. Maraknya
hakim dadakan di media sosial, muncul karna kita gak mau tau kenapa si jahat
jadi jahat, si jahat yang menyebalkan kita
sama-sama asingkan dia ke ๐bikini bottom, padahal mungkin esensi yang dia bawa dengan
karakter seperti itu tujuannya baik.
Contoh
lainnya cerita Maleficent. Kenapa Aurora harus di culik oleh Maleficent yang diperankan oleh Angelina Jolie, dia
memisahkan putri dari kerajaan dan orangtuanya, why peri jahat? Jika kita menggunakan pemikiran anak kecil bau
klepon, kita akan mudah menghakimi bahwa yang dilakukan doi adalah Jahat ๐(AADC)
. Padahal kita tau perbuatan itu adalah wujud dari kekecewaan Maleficent karna
sang pangeran mengkhianati cinta mereka.
Dan
di dunia ini masih banyak tokoh antagonis yang sering kita berikan buah tangan
berupa sumpah serapah lainnya, banyak Maleficent yang kita hakimi tanpa tau
kenapa dia berbuat seperti itu. Apakah dia ingin, dipaksa, atau mungkin tuntutan
hidup yang membuat mereka menjadi jahat? Hamba disini bukan menggiring kalian
untuk pro pada para Antagonis namun alangkah baiknya kita yang katanya mahluk
baik dimuka bumi ini bisa adil dalam menilai apakah si jahat pantas dihakimi. Begitupun
trend tidak sehat yang terjadi di lingkungan kita saat ini, salah satunya di
media sosial. Sangatlah Horrified
kita semua berkumpul dalam sebuah media yang tujuan awalnya untuk menambah pertemanan dan relasi, namun dikotori dengan ajang penghakiman berjamaah. Padahal kita semua
adalah orang asing, tidak kenal dekat tapi yang terlihat semua orang menjadi so
akrab sampai-sampai sudah bisa melontarkan kritikan yang pedas luar biasa. Cobalah
pahami, cobalah melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, kita disini
sebagai mahluk yang diberi akal dan kapasitas berpikir yang luas maka gunakanlah
dengan baik. Jangan jadi seperti hamba, jadi Maleficent dulu untuk memahami pemikiran
para tokoh antagonis. Penyesalan menjadi tokoh antagonis lenyap seketika,๐ momen ini menjadi a part of my life yang membuat hamba ter trigger bahwasanya ada beberapa hal yang saya lewatkan. Dengan peran ini hamba
menemukan pembelajaran yang luar biasa ternyata banyak esensi hidup yang dibawa
oleh si antagonis.
So simpulan kali ini pahamilah kenapa orang menjadi antagonis,
alangkah baiknya jika memang beliau salah, kita ajak dan buka pikirannya bahwa
yang dia lakukan kuranglah tepat. Tanpa membenarkan prilaku salah yang dia
lakukan namun tetap stay untuk tidak
menjadi hakim yang serba paham akan pasal kehidupan. Menghakimi orang tanpa tau
latar belakangnya itu adalah budaya tidak sehat. Keep healthy, jangan jadi antagonis untuk sekedar tau esensi
antagonis itu sendiri. Karna didunia ini semua muncul karna alasan. Si jahat
muncul karna alasan si baik munculpun karna beralasan, disetiap cerita hidup selalu ada pesan moral yang megikutinya. Kalau kata mentri
kelautan kita ibu Susi Pudjiastuti “future, you can plan. But today you can do
anything, yang udah past, learn from it” disalah satu cakap-cakap beliau yang
selalu mempunyai bahan bakar semangat.
Salam
gembira dari perempuan oriental ๐
Komentar
Posting Komentar