Nanti Dulu

lagi dan lagi kesibukan bisa menelan manusia dalam waktu sekejap contonya kesibukan menyesali masalalu, kesibukan membangun kepercayaan, sampai pada menyusun kontruksi masa depan yang diharap mapan dan bahagia. Topik sibuk saya tahun baru ini adalah menyesali kebencian yang datang dari hati paling dalam yang bikin merenung siang malam, saya kira itu bentuk ketidakadilan cuma yang berpikir itu benar dan meyelesaikan itu dipengadilan tidak ada orang, jadi apalagi yang harus diperbuat selain mawas diri dan dibuat linglung akan situasi.
Awal bulan ini saya pergi ke kota Kuningan tidak sekedar liburan melainkan dengan misi Pengamatan Praktek Pengadilan Agama maklum anak Hukum plus anak Syariah semester tua diwajibkan untuk penelitian lapangan yang tujuan dan harapannya kita semua gak dikagetkan dengan situasi kondisi masyrakat dan matang secara keilmuan agar tidak jadi pengangguran dimasa depan (ngeri bukan). namun yah namanya rencana tinggal rencana walau secara teori kami dipersiapkan sedemikian rupa namun ketika di benturkan dengan realita mata ini tak kuasa menahan air mata.Realita bahwa setiap harinya ada banyak pernikahan yang terputus, istri menjadi janda suami menjadi duda dan anak disiapkan menghadapi ibu bapanya. setidaknya ada 2.375 ribu kasus perceraian yang diakibatkan beberapa sebab pada tahun 2018 setidaknya  pada tahun 2020 angka itu naik lagi dari tahun ketahun, pada saat saya disana dalam satu hari ada sekitar 39 kasus perceraian setiap harinya di Kuningan, apalagi jika dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Indarmayu Bandung dan daerah lainnya jumlahnya bisa melonjak 10X lipat dan  mostly akibatnya karna perekonomian. rasanya ketika saya melihat sang suami mengikrarkan talaknya didepan pengadilan mata ini tak cukup berani untuk tidak memandang nanar. setidaknya keyakinanku mengenai menikah adalah bukan perkara yang  main-main maka timbul pertanyaan dengan banyaknya kasus perceraian apa yang salah disini komitmen kah? mudahnya menikah kah atau apa? maka selama 2 minggu lebih melihat langsung banyak sekali yang menjadi pertimbangan dan muncul sebuah kata dikepala "Nanti dulu".
Bahwa kata mapan yang diharuskan kala akan menikah ada benarnya juga, bukan hanya mapan secara finansial namun juga mapan secara psikologi etc. karna banyaknya yang melakukan perceraian dan jalan damai seperti mediasipun tak bisa mempertahankan hubungan yang bersumpah atas nama Tuhan. Ada bahasa bahwa perceraian tak dilarang namun Allah membencinya, namun sebagian besar para pengugat mengatakan tidak kuat dan ingin berpisah apalagi yang mereka peduliakan selain lepas dari ikatan pernikahan  apakah semenakutkan itukah sebuah pernikahan? lebih-lebih mereka yang memiliki anak hal ini bisa jadi persoalan serius dikemudian hari. disini saya tidak menyalahkan atau mendeskriditkan mereka yang memilih mengakhiri komitmen karna saya yakin yang mereka lakukan ada sebab dan akibat, namun alangkah baiknya kita yang belum menikah harus banyak-banyak belajar dan dekat dengan realita kehidupan dan menolak bungkang dengan semua pernyataan cinta yang tak mendasar. Menikah serig digambarkan manis hangat diawal-awal bulan selebihnya diikuti dengan sikap seadanya bahkan ada yang dipaksakan. Cinta kita terhadap pasangan yang kadang kala membuat gelap mata coba kita suguhkan dengan realita, jangan mau diiming-imingi kata 'cuma kamu satu satunya dihidupku' 'akucinta kamu' mari bangun kita dengan cinta' dan menyerahkan segalanya pada dia pait pait. Tidak ada yang salah dengan cinta namun mari kita iringi cinta kita denga realita. Maka disarankan sipat "mapan" dan siap akan mahligai rumah tangga harus menjadi bekal untuk siapapun yang akan menyerahkan cintanya. Berarti obrolan kalian bukan stuck akan penilaian berapa kadar cinta kita, tapi lebih  kepada kesiapan kita menghabiskan waktu bersama sebagai suami istri, berbagi tugas, sharing tempat tidur bahkan kamar mandi dan banyaklah diskusi untuk meminimalis emosi yang meledak satu sama lain dan tak lupa komitmen mengenai finansial pembagian mengurus anak berdiskusi perkara gaya hidup dan lain sebagainya dipandang cukup perlu menjadi pondasi untuk bangunan pernikahan. 
seriously komitmen ini adalah hal yang paling serius yang kalian ambil dalam hidup karna disini bukan berbicara Aku Kamu dan Cinta saja melainkan ada Tuhan, 2 keluarga besar bahkan anak. Maka saya mendapatkan kesimpulan bahwa saya akan menikah dengan alasan yang inn shaa allah yang lahir dari hati dan pikiran saya pribadi, bukan hanya karna paksaan orang tua atau bahkan teman dan tetangga, jika umur yang dewasa namun hati masih cilik-cilik maka rasanya tugasku bukan buru-buru menikah terlebih dahulu terserah kepada dengan mereka yang menetapkan standar, my body is mine. Semoga takdir nikah muda atau nikah tua itu semua adalah pilihan yang lahir dari pikiran matang pribadi karna jika menikah di dasari omongan tentangga atau society siapa yang akan tanggung jawab akan sebuah perceraian nantinya. Untuk semoga kali ini saya harap hamba bisa tengil dan grasak grusuk dibidang apapun but married? no dude. i take it with serious and yah sempurna itu susah cuma tak ada salahnya selalu mencoba dan berkata 'Nanti dulu' untuk semua standar penikahan.
Salam gembira dari perempuan orientalis  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Judul

Abstrak 2023

Pilihan Mengakhiri